Asosiasi Peneliti dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia (APPIHI) sukses menggelar Konferensi Hukum Nasional pada 2 Oktober 2024 secara daring melalui Zoom Meeting. Acara ini mengangkat tema besar terkait penguatan sistem demokrasi dalam bingkai Negara Hukum Pancasila, menghadirkan berbagai akademisi dan peneliti hukum untuk berbagi wawasan mengenai tantangan hukum yang dihadapi Indonesia saat ini.
Acara dibuka dengan sambutan dari Rengga Kusuma Putra, S.H., M.H., M.M. selaku perwakilan APPIHI, yang menekankan pentingnya stabilitas hukum dalam mendukung proses demokrasi di Indonesia. Selanjutnya, Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H. dari Universitas Indonesia memberikan welcome speech yang menyambut seluruh peserta seminar.
Keynote speaker dalam seminar ini adalah Prof. Dr. Lita Tyesta ALW, S.H., M.Hum. dari Universitas Diponegoro, yang menyampaikan materi mengenai peran hukum dalam memperkuat demokrasi. Prof. Lita menyoroti bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat untuk menjaga integritas demokrasi dan pentingnya sinergi antara hukum dan politik dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan sosial.
Seminar ini dipandu oleh Dr. Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H. dari Universitas Sebelas Maret, yang bertindak sebagai moderator, serta Batari Laskarwati, S.H., M.H. dari Universitas Negeri Semarang sebagai pembawa acara. Keduanya memandu jalannya diskusi dengan sangat profesional, menciptakan suasana yang interaktif dan penuh antusiasme dari para peserta.
Salah satu fokus utama dalam seminar ini adalah politik hukum carry over yang disampaikan oleh Prof. Dr. Rodiyah Tangwun, S.Pd., S.H., M.Si., C.Me dari Universitas Negeri Semarang. Prof. Rodiyah membahas carry over sebagai solusi dalam menjaga kesinambungan hukum di Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa UU No. 15 Tahun 2019 memberikan landasan hukum bagi carry over, yaitu pengalihan rancangan undang-undang dari satu periode ke periode berikutnya jika belum selesai dibahas.
Prof. Rodiyah juga menyoroti tantangan dalam penerapan carry over, terutama dari perspektif Corruption Risk Analysis (CRISYS). Beliau memaparkan bahwa carry over dapat meningkatkan risiko korupsi jika tidak dikelola dengan baik, seperti dalam hal perpanjangan waktu pembahasan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melobi. Oleh karena itu, metode CRISYS diperkenalkan sebagai kerangka untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko korupsi selama proses legislasi.
Penerapan sinergi antara carry over dan CRISYS menjadi salah satu solusi untuk memastikan proses legislasi yang efektif dan efisien tanpa mengorbankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Prof. Rodiyah menyarankan bahwa setiap tahapan dalam proses legislasi, mulai dari penyusunan kebijakan hingga pengesahan, harus mengikuti prinsip-prinsip transparansi dan partisipasi publik agar risiko korupsi dapat diminimalisir?(Dr Rodiyah KHN- 2-10-24…).
Seminar ini ditutup dengan diskusi interaktif antara akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat yang hadir. Diskusi membahas implikasi carry over dan CRISYS terhadap sistem hukum di Indonesia, serta langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi proses legislasi dan menjaga integritas hukum di masa mendatang.