Semarang - Pada Sabtu, 8 Juni 2024, SEMINAR NASIONAL MODERASI BERAGAMA 2024 (SEMNAS NUSANTARA 2024) sukses digelar secara daring melalui Zoom. Seminar ini mengusung subtema "Moderasi Beragama sebagai Wujud Cinta Tanah Air Dijiwai Nilai-Nilai Pancasila," dengan tujuan memperkuat semangat persatuan dan keharmonisan dalam masyarakat Indonesia yang beragam melalui pendekatan moderasi beragama.
Acara dibuka oleh Muhammad Haris, M.Pd.I, Ketua Umum, yang menekankan pentingnya moderasi beragama dalam menjaga persatuan bangsa. Beliau menegaskan bahwa moderasi beragama adalah dasar utama untuk membangun masyarakat Indonesia yang toleran dan damai, dengan menghargai perbedaan keyakinan. Nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman dalam menjalankan moderasi beragama, menunjukkan bahwa cinta tanah air bisa diwujudkan melalui penghormatan dan pemeliharaan keragaman.
Prof. Makhmud Syafei dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, sebagai pembicara pertama, menjelaskan pentingnya moderasi beragama sebagai cara menciptakan keharmonisan di masyarakat yang majemuk. Ia menekankan bahwa moderasi beragama merupakan sikap hidup yang menolak ekstremisme dan mengedepankan toleransi serta saling menghormati, yang memungkinkan masyarakat hidup berdampingan secara damai meskipun dengan keyakinan yang berbeda.
Pembicara kedua, Dr. Romi Lie dari Kementerian Agama Kristen, menyoroti perspektif Kristen tentang moderasi beragama, yang berfokus pada nilai-nilai kasih dan pengampunan. Beliau menegaskan pentingnya dialog antaragama untuk memperkuat ikatan sosial dan menjaga harmoni dalam masyarakat multikultural. Menurut Dr. Romi, pemahaman teologis yang mendalam sangat penting dalam menghindari sikap fanatik dan mendorong keterbukaan terhadap perbedaan.
Prof. Eko Armada Riyanto dari STFT Widya Sasana sebagai pembicara ketiga, mengulas konsep moderasi beragama dari sudut pandang akademis. Beliau menekankan bahwa moderasi adalah prinsip yang menjauhi ekstremisme, dan setiap agama memiliki nilai-nilai universal yang mendukung perdamaian dan kerukunan, yang seharusnya menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembicara keempat, Prof. Ida Gede Ayu Yadnyawati dari Universitas Hindu Indonesia, menjelaskan bagaimana ajaran Hindu melalui konsep Tri Hita Karana, yang menekankan keseimbangan antara manusia, Tuhan, sesama manusia, dan alam, relevan dalam konteks moderasi beragama. Beliau juga menyoroti pentingnya inklusivitas dalam masyarakat yang beragam.
Dr. Sutrisno dari Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, sebagai pembicara kelima, menekankan peran penting tokoh agama dalam menyebarkan pesan damai dan mencegah konflik. Menurutnya, moderasi beragama dalam perspektif Buddha berfokus pada menciptakan keharmonisan melalui ajaran cinta kasih dan kebijaksanaan.
Ws. Andi Gunawan dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) menutup rangkaian presentasi dengan membahas moderasi dalam agama Khonghucu, yang menekankan nilai-nilai Ren (kemanusiaan) dan Li (kesopanan) sebagai dasar interaksi sosial. Beliau menjelaskan bahwa moderasi beragama dalam ajaran Khonghucu berfokus pada keseimbangan antara moralitas dan tanggung jawab sosial, serta penghormatan terhadap keragaman.
Seminar ditutup dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana peserta dari berbagai latar belakang agama dan akademis turut berdiskusi mengenai implementasi moderasi beragama. Dalam penutupannya, Ketua Umum menegaskan bahwa moderasi beragama bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga komunitas dan lembaga agama, demi terciptanya kehidupan yang damai dan harmonis di Indonesia.
Dengan berakhirnya SEMNAS NUSANTARA 2024, diharapkan wawasan yang diperoleh dari seminar ini dapat berdampak positif dalam kehidupan masyarakat Indonesia, meningkatkan kesadaran akan pentingnya moderasi beragama sebagai bentuk cinta tanah air, serta sebagai fondasi untuk membangun kehidupan yang lebih damai dan harmonis.